Jam Sekarang
Tanggal
Salam Sapa :
Status Admin :
User : Online Users

Senin, 27 Februari 2012

0 Kisah Seorang Reggaeman dari Myanmar

Date : Senin, 27 Februari 2012 01.52
Category :
Author : Unknown
Share :
Responds : 0 Comment

Profil Reggae Internasional (Istimewa)

        Penyanyi Reggae Saw Phoe Kwar dari Yangon, Myanmar terlihat denim dengan rambut gimbal dan menghias warna Rastafarian Hijau, Emas dan Merah di rumahnya. Penyanyi Saw ini ingin memberikan penghormatan kepada legenda Reggae Bob Marley dan hal tersebut merupakan hal yang sulit untuk dilewatkan baginya (20/8/10).
Hal ini adalah pemandangan umum dari salah satu jalan utama, yang menunjukkan bahwa Anda berada di pusat kota Yangon, Myanmar. Dalam sebuah negara seperti Myanmar yang diperintah militer, musisi diwajibkan untuk menyerahkan semua lirik lagu mereka kepada badan sensor yang memiliki tugas untuk melarang apa saja yang mereka anggap bertentangan ataupun anti rezim dengan nilai-nilai di negara Budha itu.
"Di Myanmar banyak orang memanggil saya Bob, mereka menganggapku seperti itu”. “Tapi Bob Marley lebih banyak memiliki kebebasan di Jamaika untuk mengekspresikan dirinya dengan musiknya”. “Di sini, di Myanmar saya tidak bisa melakukan hal seperti itu, aku lebih terbatas”, Saw menjelaskan.
Ketika Saw Phoe Kwar tampil dan melawan aturan yang berlaku di Myanmar berulang kali, ia menjadi ikon Reggae di Myanmar. Perlawanannya ini dimulai sejak ia memproduksi debut album solonya sepuluh tahun yang lalu, di mana tiga dari lagu yang ia tulis dinilai tabu oleh pemerintah dan militer Myanmar. "Kita perlu membicarakan hal-hal dan mengekspresikan diri serta bertindak benar-benar untuk masa depan, untuk generasi berikutnya”. “Itulah sebabnya lagu-lagu saya dilarang”, katanya.
Usahanya di album kedua bertemu dengan respon yang lebih aneh lagi. "Semuanya dibatalkan karena mereka tidak tahu apa itu Reggae”. “Ketika mereka menyadari bahwa tidak ada hubungannya dengan politik Myanmar, mereka membiarkan saya pergi”. “Tapi mereka membuat saya membayar 5.000 kyat (50 ribu) untuk setiap penggunaan kata Reggae dalam album saya" jelas Saw.
Meskipun terjadi pembatasan ini, Saw tetap berkarya dan memproduksi lagu-lagu Reggae. Ia berpikir Reggae menawarkan bentuk yang lebih membebaskan ekspresi daripada berbagai genre musik yang lebih populer dari Rock, Hip Hop dan Pop yang saat ini mendominasi perkembangan musik para anak muda di Myanmar.
 
Sumber Seru.com

Artikel Terkait :



Posting Komentar